Header Ads

Gratis! Inilah Taman Bermain Anak dan Museum Tertua di Solo Tanpa Bayar Tiket Masuk

KABARESOLO/IST - Taman bermain dan museum gratis di Solo.

KABARESOLO.COM - Siapa bilang di zaman sekarang tak ada yang gratis? Kalau anak-anak ingin bermain biasanya harus merogoh kocek tak sedikit, apalagi di mall, tapi di sini gratis-tis tak dipungut biaya sepeserpun.

Ada juga museum tertua  yanag jugaa gratis alias tak dipungut tiket masuk.

Simak selengkapnya.

Banyak wahana bermain untuk anak, dengan berbagai jenis dan bisa digunakan sepuasnya apalagi ditambah fasilitas ruang hijau terbuka, menjadikan tempat ini sebagai lokasi favorit untuk melepas penat, Rabu 29 Mei 2019.

Tak hanya itu masih ada beberapa fasilitas yang disediakan bikin kita betah.

Ingin sekedar nongkrong, menyatakan cinta atau bahkan mencoba rapat dengan tim kerja di ruang terbuka? Di sini ada beberapa kursi yang disediakan plus atap kalau sekiranya hujan.

Tempat duduk dan meja dirancang asyik agar bisa menikmati suasana asri tempat ini.

Penasarankan apa nama lokasi tersebut, namanya adalah Taman Monumen 45 Banjarsari.

Taman Monumen 45 Banjarsari merupakan sebuah kawasan hijau terbuka dengan sebuah aikon monumental perjuangan para pahlawan saat itu yang berjuang dengan darah dan airmata.

Beberapa catatan sejarah bahkan menulis tentang latar belakang dibangunnya monumen ini, ada tragedi dan sekelumit kisah pahit di baliknya.

Data-data korban yang berjatuhan bahkan dicatat secara rinci.

Monumen ini menandai keberanian para pejuang yang dibantu oleh pelajar dan masyarakat untuk mempertahankan Solo sehingga jadi posisi tawar dalam perundingan.

Kawasan ini sangat luas dan banyak lahan kosong di sekitar yang memudahkan untuk parkir mobil, tapi idealnya gunakan kendaraan umum agar bisa total menikmati keasrian Monumen 1945 tanpa khawatir kendaraan pribadi.

Banyak pilihan apalagi saat ini dimudahkan dengan ojek online baik sepeda motor maupun dengan mobil.

Arsitek kawasan ini perlu diacungi jempol, mulai dari aikon monumen yang tampak megah dan menggambarkan pahit getirnya pejuang mengusir penjajah dalam relief di monumennya hingga taman dan wahana bermain bagi anak-anak.

Kawasan monumen didominasi dengan pepohonan hijau, cuaca panas dan terik tak akan terasa justru udara yang segar yang didapatkan.

Beberapa area juga sering digunakan oleh guru sekolah di sekitar monumen untuk berolahraga seperti senam.

Kawasan ini juga cocok untuk jogging.

Sementara itu banyak pilihan wahana untuk bermain bagi anak-anak.

Ada ayun-ayunan, perosotan, sepeda-sepedaan 'memutar' serta berbagai jenis lainnya.

Area bermain anak cukup luas membuat anak-anak bebas untuk berlarian, bercanda dengan teman-teman.

Namun jangan kaget kalau anak saking asyiknya bermain mungkin jadi sulit untuk diajak pulang.

Monumen 1945 menjadi tempat favorit bagi para guru playgroup dan TK untuk datang membawa anak-anak didiknya karena area yang luas, banyak wahana bermain dan paling penting, gratis.

Korban sipil berjatuhan

Monumen 1945 merupakan penanda pahit getirnya perjuangan.

Ada beberapa peristiwa yang menandai dibangunnya monumen ini.

Peristiwa-peristiwanya banyak dibahas di berbagai forum satu di antaranya di forum ini yang membahas serangan umum 4 hari di Solo.

Di forum tersebut dibahas bagaimana serangan yang dikenal sebagai Serangan Umum Empat Hari berlangsung tanggal 7-10 Agustus 1949 dilakukan secara gerilya oleh pejuang, pelajar dan mahasiswa sukses menguasai kawasan Solo.

Serangan tersebut sengaja dilakukan sebelum gencatan senjata yang ditetapkan Jenderal Sudirman pada tanggal 11 Agustus 1949 untuk menaikkan posisi tawar saat berunding.

Kesuksesan ini berbuah manis tapi juga pahit, manisnya, tentara kerajaan Belanda yang gagal pertahankan Solo menggoyahkan keyakinan Parlemen Belanda atas kinerja tentaranya.

Imbasnya Perdana Menteri Drees akhirnya mengakomodasi tuntutan delegasi Indonesia sebelum dilakukan Konferensi Meja Bundar.

Namun tak hanya manis yang dirasakan, tragedi bagi warga sipil dirasakan.

Seharusnya tanggal 11 Agustus 1949 dilakukan gencatan senjata tapi tentara Belanda saat itu yang gagal pertahankan Solo menerjunkan tentara baret hijau dan melanggar gencatan senjata,

Tanpa pandang bulu tentara menewaskan banyak warga sipil, tercatat lebih dari 150 orang warga sipil tewas.

Monumen 1945 menandai darah dan airmata serta kegigihan para pendahulu untuk perjuangkan kemerdekaan.

Namun sekarang jadi tempat yang ideal untuk melepas penat di tengah kesibukan aktivitas warga Kota Solo.

Jangan lupa tetap mengenang dan mendoakan jasa para pendahulu kita ya.

Pas mudik jangan lupa mampir ya.

MUSEUM TERTUA

Nah ada lagi nih yang gratis yakni Museum Radya Pustaka.

Datang ke museum ini banyak belajar tentang karya seni masa lampau seperti arca, wayang kulit pusaka adat hingga buku-buku kuno.

Buku-buku kuno yang populer satu di antaranya adalah Wulang Reh karangan Pakubuwono IV.

Isinya tentang petunjuk pemerintahan dan Serat Rama karangan Pujangga Kraton Surakarta bernama Yasadipura I tentang wiracarita Ramayana.

Di depam museum pengunjung akan jumpai patung Rangga Warsita. Seorang pujangga keraton Surakarta yang sangat termasyhur dan hidup pada abad ke-19.

BACA: Daftar Lengkap Destinasi Wisata di Kota Solo juga Transportasi Unik dan Hiburan Menawan

Patung ini diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1953.

Sedangkan di serambi museum ada beberapa meriam beroda dari masa VOC yang berasal dari abad ke-17 dan ke-18 juga koleksi Napoleon Bonaparte.

Selain itu ada pula beberapa meriam-meriam kecil milik Keraton Kartasura dan terdapat pula beberapa arca-arca Hindu-Buddha.

Antara lain terdapat arca Rara Jonggrang yang artinya adalah 'perawan tinggi' namun sebenarnya adalah arca Dewi Durga.

Selain itu ada pula arca Boddhisatwa dan Siwa.

Arca-arca ini ditemukan di sekitar daerah Surakarta.

Koleksi  muesum yang menjadi andalan dari museum ini adalah Rajamala yang merupakan canthik hiasan haluan atau depan perahu .Dibuat oleh Raden Mas Sugandi dan terbuat dari kayu jati hutan Donoloyo.

Selain menyimpan benda-benda bersejarah museum ini juga menyediakan jasa membaca garis hidup sesuai dengan penanggalan dan tahun Jawa .

Museum ini didirikan di masa Pemerintahan Pakubuwono IX oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV di dalem Kepatihan pada tanggal 28 Oktober 1890.

Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pernah menjabat sebagai Patih Pakubuwono IX dan Pakubuwono X.

Museum Radya Pustaka pindah dan kini berlokasi di Jalan Slamet Riyadi No 275 sejak 1 Januari 1913 dan dulu merupakan kediaman seorang warga Belanda bernama Johannes Busselaar. (*/KabareSolo.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.