Header Ads

Waris Dirie dan Dr Akinwumi Adesina Menerima Sunhak Peace Prize 2019 karena Kiprah Ini

ISTIMEWA - Warisi Dirie (kiri)  dan Dr Akinwumi Ayodeji Adesina (kanan)  dianugerahi Sunhak Peace Prize 2019.


KABARESOLO.COM,  CAPE TOWN - Komite Sunhak Peace Prize mengumumkan Para Pemenang Sunhak Peace Prize untuk 2019 - Waris Dirie dan Dr Akinwumi Ayodeji Adesina pada Jumat 23 November 2018.

Seperti dikutip KabareSolo.com dari PR Newswire,  Waris Dirie, aktivis hak asasi manusia (HAM) dan super-model, dikenal luas atas kiprahnya untuk meningkatkan kesadaran dunia terkait sunat perempuan (Female Genital Mutilation/FGM).

Sedangkan Dr Akinwumi Adesina seorang ekonom pertanian telah mempromosikan Tata Kelola yang Baik di Afrika melalui Inovasi pertanian selama lebih dari 30 tahun, serta bersumbangsih besar terhadap keamanan pangan di Afrika.



WARISI DIRIE

Warisi Dirie lahir dari keluarga pengembara dan dia menjadi korban FGM di usia 5 tahun.

Pada 1997, dia berbagi pengalaman kepada dunia dan terpilih sebagai Duta Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Penghapusan FGM.

Pada 2002, dia mendirikan Desert Flower Foundation dan pada 2003, kampanye anti-FGM yang dijalankannya membuat 15 negara anggota Uni Afrika meratifikasi Protokol Maputo yang mendorong penghapusan FGM.

Pada 2012, PBB dengan suara bulat, menerbitkan resolusi yang melarang praktik FGM. PBB pun menetapkan target untuk menghilangkan FGM pada 2030.

FGM atau sunat perempuan ini merupakan tradisi yang sudah melekat di Afrika.

Penelusuran KabareSolo.com,  sunat perempuan dilakukan dengan memotong organ seksual wanita.

Akibatnya wanita tak bisa lagi merasakan kenikmatan saat berhubungan suami istri.

Efek bahaya yakni saat dilakukan sunat ketika peralatan yang digunakan tidak higienis bisa menyebabkan infeksi atau penderitaan panjang bagi wanita.

Situs Liputan6.com misalnya memaparkan alasan sunat perempuan ini dilaksanakan dikatakan untuk menjaga agar perempuan di sana tidak melakukan perselingkuhan.

Saat perempuan disunat pekerjaannya hanya menunggu suami,  melayani sepenuh hati dan masih bisa memiliki anak.

Sedangkan beberapa komunitas di sana mempercayai kalau perempuan bakalan tak memiliki anak kalau tidak disunat.

Hal inilah yang diperjuangkan Warisi Dirie hingga tradisi tersebut dilarang.



DR AKINWUMI ADESINA

Pemenang penghargaan lainnya, Dr Akinwumi Adesina, memprakarsai peningkatan produksi beras, memperluas ketersediaan kredit bagi para petani kecil, menarik investasi swasta di sektor pertanian, memberantas berbagai aspek korupsi di industri pupuk serta merumuskan berbagai kebijakan pertanian yang penting.
Dalam ajang Africa Fertilizer Summit pada 2006, dia berperan penting dalam pengembangan Deklarasi Abuja tentang Pupuk bagi Revolusi Hijau Afrika, menyerukan pemberantasan bencana kelaparan di Afrika pada 2030.

Dr Akinwumi Adesina saat ini menjadi Presiden African Development Bank Group, mempromosikan "High 5 Strategy", yakni peningkatan taraf hidup jutaan warga Afrika.

Dr Il Sik Hong, Ketua Komite Sunhak, menekankan bahwa "Sunhak Peace Prize didirikan berdasarkan visi 'Satu Keluarga di Bawah Ketuhanan', serta Sunhak Peace Prize untuk 2019 menyoroti isu-isu HAM dan pembangunan manusia di Afrika."

SUNHAK PEACE PRIZE

Sunhak Peace Prize mengapresiasi berbagai orang dan lembaga yang telah berdampak besar terhadap perdamaian dan kesejahteraan generasi masa depan. Sunhak Peace Prize termasuk hadiah tunai dengan total USD 1 juta, serta Acara Penyerahan Penghargaan akan berlangsung pada 11 Februari 2019 di Seoul, Korea. (*/KabareSolo.com) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.